“UMKM Bukan Satu Rasa: Saatnya Bedakan Mikro, Kecil, dan Menengah!”

0
umkm bukan satu rasa
0 0
recreativ.com, 80912, DIRECT rcvlink.com, 80912, DIRECT google.com, pub-5267931740857698, DIRECT, f08c47fec0942fa0
Read Time:5 Minute, 15 Second

 

 Mengapa Kita Harus Membahas Ini?

Istilah “UMKM” (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) sudah menjadi bagian dari percakapan sehari-hari, terutama dalam diskusi tentang perekonomian Indonesia. Mulai dari media massa, program pemerintah, hingga seminar kewirausahaan, istilah ini seolah mewakili satu kelompok yang seragam. Namun, kenyataannya, ada perbedaan mendasar antara usaha mikro, kecil, dan menengah yang sering kali terabaikan. Menyamaratakan ketiganya dalam satu istilah ternyata justru menimbulkan berbagai kekeliruan, kebijakan yang tidak tepat sasaran, dan ketimpangan dukungan.

Tulisan ini mengajak pembaca untuk mengurai kekeliruan tersebut dan mendorong perlunya perlakuan yang lebih adil dan realistis sesuai dengan kondisi masing-masing jenis usaha. Dengan bahasa yang sederhana, mari kita kupas mengapa “UMKM” bukan satu rasa—dan mengapa saatnya memisahkan pendekatan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah.

 

Apa Itu UMKM? Sekilas Terlihat Sama, Tapi Sebenarnya Beda

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM, ada pembagian usaha berdasarkan jumlah kekayaan dan omzet tahunan:

  • Usaha Mikro: aset ≤ Rp50 juta, omzet ≤ Rp300 juta/tahun.
  • Usaha Kecil: aset > Rp50 juta s.d. Rp500 juta, omzet > Rp300 juta s.d. Rp2,5 miliar/tahun.
  • Usaha Menengah: aset > Rp500 juta s.d. Rp10 miliar, omzet > Rp2,5 miliar s.d. Rp50 miliar/tahun.

Sekilas tampak seperti kategori teknis biasa. Tapi di lapangan, perbedaan ini sangat signifikan dalam hal kebutuhan, tantangan, hingga akses ke pasar dan permodalan. Usaha mikro seperti pedagang gorengan atau penjahit rumahan tidak bisa disamakan dengan usaha menengah yang sudah punya manajer, gudang, bahkan jaringan distribusi.

 

Dampak Penyamarataan dalam Kebijakan

Salah satu kekeliruan besar dalam penggunaan istilah UMKM adalah saat pemerintah atau institusi membuat kebijakan yang menyasar “UMKM” secara umum. Akibatnya, program bantuan, pelatihan, hingga pembiayaan seringkali tidak tepat sasaran.

Contohnya:

  • Program kredit berbunga ringan yang dirancang untuk “UMKM” ternyata hanya bisa diakses oleh usaha menengah atau kecil karena usaha mikro tidak memiliki jaminan, laporan keuangan, atau NIB (Nomor Induk Berusaha).
  • Pelatihan digitalisasi usaha yang dilakukan secara daring melalui Zoom sulit diakses oleh pelaku usaha mikro karena keterbatasan akses internet dan literasi teknologi.
  • Peluang kemitraan atau ekspor yang terbuka bagi “UMKM” umumnya hanya bisa dimanfaatkan oleh usaha menengah karena mereka memiliki kapasitas produksi yang cukup besar.

Artinya, istilah yang menyamaratakan justru menciptakan ketimpangan. Alih-alih memperkecil kesenjangan, kita malah memperlebar jurang antara mikro dan menengah.

Usaha Mikro—Segmen Rentan yang Perlu Perlindungan Khusus

Usaha mikro adalah fondasi ekonomi rakyat. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2023, sekitar 98,68% pelaku UMKM adalah usaha mikro. Artinya, ketika kita bicara tentang UMKM, seharusnya perhatian utama diberikan pada segmen ini.

Namun, kenyataan yang terjadi adalah:

  • Usaha mikro sering tidak bankable.
  • Tidak punya struktur usaha jelas (biasanya dikelola satu orang).
  • Minim teknologi, terbatas pada pasar lokal, dan sangat bergantung pada ekonomi sekitar.

Jadi, pendekatan untuk usaha mikro tidak bisa disamakan dengan pelatihan manajemen bisnis ala perusahaan. Mereka justru butuh edukasi dasar: cara mencatat keuangan sederhana, strategi bertahan saat daya beli menurun, hingga akses bahan baku murah.

Usaha Kecil—Jembatan antara Mikro dan Menengah

Usaha kecil biasanya sudah mulai membentuk tim kecil, punya karyawan tetap (meskipun sedikit), dan mulai berpikir tentang efisiensi, branding, hingga pemasaran daring. Namun, mereka masih menghadapi kendala pendanaan, regulasi, dan persaingan dengan usaha menengah maupun besar.

Pendekatan bagi usaha kecil adalah:

  • Pendampingan teknis dan manajerial.
  • Insentif peralatan dan sertifikasi.
  • Akses pembiayaan berbasis karakter dan rekam jejak usaha, bukan jaminan.

Dengan kata lain, usaha kecil adalah titik transisi. Jika dikelola dengan baik, mereka bisa tumbuh menjadi usaha menengah. Tapi jika tidak didukung secara tepat, mereka bisa kembali menjadi mikro atau bahkan gulung tikar.

Usaha Menengah—Siap Naik Kelas tapi Kang Didorong

Usaha menengah memiliki peran penting sebagai tulang punggung industrialisasi domestik. Mereka memiliki daya serap tenaga kerja yang besar, kontribusi pajak yang signifikan, dan potensi ekspor yang tinggi. Namun, karena terus disamakan dengan UMKM lain, mereka sering “terlupakan” dalam kebijakan.

Padahal, yang mereka butuhkan bukan lagi pelatihan dasar, melainkan:

  • Akses pasar global.
  • Kemudahan ekspor-impor.
  • Inovasi teknologi.
  • Jaringan kemitraan strategis.

Sayangnya, karena tetap disatukan dalam kelompok UMKM, mereka sering kehilangan kesempatan yang lebih luas karena dianggap “belum cukup besar”, padahal sudah waktunya mereka naik level sebagai mitra industri besar.

Mengapa Harus Dipisahkan?

Bayangkan jika seorang guru memberikan pelajaran yang sama pada murid SD, SMP, dan SMA dalam satu kelas—apa yang akan terjadi? Sebagian bingung, sebagian bosan, dan hanya segelintir yang merasa pelajarannya pas.

Begitu pula dalam dunia UMKM. Kita tidak bisa terus menerus memberikan perlakuan seragam jika ingin melihat kemajuan yang nyata. Inilah alasan pentingnya pemisahan strategi dan perlakuan terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah:

  • Tepat Sasaran: Bantuan atau kebijakan akan lebih sesuai jika disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pelaku usaha.
  • Efisiensi Anggaran: Pemerintah tidak perlu “menebak-nebak” kebutuhan, melainkan bisa langsung menyentuh masalah utama.
  • Meningkatkan Daya Saing: Usaha kecil dan menengah akan berkembang lebih cepat jika tidak dibatasi oleh program umum yang terlalu dasar.
  • Pengurangan Ketimpangan: Memisahkan pendekatan akan memperkecil kesenjangan antara pelaku usaha dan mendorong pertumbuhan berkelanjutan.

Rekomendasi Kebijakan dan Aksi Nyata

Untuk memperbaiki kesalahan penyamarataan UMKM, berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan:

  1. Redefinisi Istilah
    Pisahkan penyebutan dalam dokumen resmi, kebijakan, dan media. Gunakan istilah “usaha mikro”, “usaha kecil”, dan “usaha menengah” secara spesifik.
  2. Segmentasi Program
    Buat peta program berdasarkan skala usaha. Jangan satu template untuk semua. Contohnya:

    • Usaha mikro → bantuan langsung tunai, pelatihan dasar, pembentukan koperasi lokal.
    • Usaha kecil → insentif pengembangan produk, akses pasar digital, pelatihan manajerial.
    • Usaha menengah → penguatan ekspor, R&D, insentif perpajakan, kemitraan industri.
  3. Database Terpadu dan Dinamis
    Perlu basis data UMK-M yang real time dan terintegrasi, agar memudahkan identifikasi serta penyesuaian kebijakan.
  4. Evaluasi Tahunan dan Skema Mobilitas
    Dorong sistem di mana pelaku usaha bisa naik kelas (mikro ke kecil, kecil ke menengah) berdasarkan pencapaian, bukan hanya omzet formal.

Penutup: UMKM Harus Naik Level, Tapi Jangan Disamaratakan

Istilah “UMKM” selama ini memberi kesan bahwa mereka semua berada dalam level yang sama—padahal kenyataannya tidak. Mikro, kecil, dan menengah memiliki karakteristik, tantangan, dan potensi yang sangat berbeda.

Dengan menyamakan mereka, kita justru menghambat perkembangan. Maka, sudah saatnya kita mengakhiri kekeliruan istilah ini dan mulai memperlakukan setiap jenis usaha dengan pendekatan yang lebih tepat, adil, dan berdampak nyata.

UMKM bukan satu rasa. Dan jika kita ingin ekonomi Indonesia tumbuh lebih cepat, lebih kuat, dan lebih inklusif—maka kita harus mulai menghidangkan kebijakan yang sesuai dengan rasa masing-masing.


“Karena kopi mikro, teh kecil, dan susu menengah tak bisa disajikan dalam gelas yang sama.”

 

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
recreativ.com, 80912, DIRECT rcvlink.com, 80912, DIRECT google.com, pub-5267931740857698, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan